Muqaddimah
:
Islam satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah dan hadir sebagai
penyempurna seluruh ajaran yang dibawa oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara salah satu karakteristik dari agama
Islam adalah syumuliyah (universal), keuniversalan Islam tidak hanya
terbatas mengatur masalah ubudiyah semata, melainkan mengatur seluruh sendi
kehidupan, termasuk dalam masalah keduniaan yang sering disebut dengan istilah muamalah.
Hadirnya Islam dengan mengatur hal ubudiyah dan mu’amalah bertujuan untuk
mengantarkan pemeluknya meraih kesuksesan hakiki, yang dalam kacamata Islam
kesuksesan hakiki itu adalah kala kelak dimasukkan ke surga dan dijauhkan dari
neraka serta mendapatkan kenikmatan dapat melihat Allah Yang Maha Mulia,
sebagaimana terekam dalam firman Allah di surat Al Imran ayat 185 :
Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Tips
meraih kebahagiaan hakiki :
Saudaraku seiman yang dirahmati Allah Azza wa Jalla ...
Pertanyaannya adalah bagaimana cara kita meraih kebahagiaan yang hakiki
itu ?. Karena Islam datang dengan membawa konsep yang sangat jelas sebab Al
Qur’an yang menjadi pedoman hidupnya berfungsi sebagai petunjuk bagi orang yang
bertaqwa. Oleh karena itu menurut hemat penulis kunci utamanya adalah
melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauh dari larangan-larangan-Nya
atau yang sering disebut dengan istilah taqwa, karena itu Allah berfirman dalam
surat Al Baqarah ayat 197 :
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Berbekalah, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, (karena itu)
bertaqwalah kalian kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal’.
Sebagai penunjang utama agar kita mampu merealisasikan ketaqwaan dan
berkontribusi terhadap kebaikan dan amal shalih adalah harta, karena itu Allah
Ta’ala berfirman dalam surat Al Qashash ayat 77 :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ
اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
Untuk meraih harta yang berkah terdapat kaidah dan aturan yang dibakukan
oleh Agama Islam yang lebih dikenang
dengan bahasa mu’amalah maaliyah.
Kaum muslimin rahimakumullah ...
Pada ayat di atas terkandung
beberapa seruan Allah Ta’ala, pertama : berorientasi pada kehidupan akhirat yang terbaik, kedua : Tidak boleh melupakan dunia (tawazun
antara orientasi akhirat dan dunia tanpa dipisahkan), ketiga : Berbuat ihsan¸ keempat : Tidak diperbolehkan berbuat
kerusakan di muka bumi.
Saudaraku yang dicintai Allah
Azza wa Jalla ...
Mari sejenak kita uraikan
seruan Allah Azza wa Jalla pada ayat di atas :
1. Kunci sukses
dimulai dari orientasi menggapai kehidupan terbaik di akhirat kelak, dan ini bermula dari keimanan kita yang bersih dari noda syirik lantas
dibuktikan dengan amal kebaikan, sebagaimana seruan Allah dalam surat Al Kahfi
di ayat 110 :
Katakanlah: Sesungguhnya aku
ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : "Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Sebab kesyirikan awal petaka
bagi siapapun, sebagaimana firman Allah Ta’ala di surat Al Zumar ayat 65 – 66 :
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu
dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi. Karena
itu, maka
hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur".
2.
Dunia (harta) tidak boleh dilupakan, melainkan dijadikan sebagai sarana pendukung dan
penopang tuk meraih kebahagiaan yang hakiki, karena itu dalam mencari harta
harus taat terhadap ketentuan Allah Ta’ala, sebab sedikit saja ada harta yang
tidak halal yang dikonsumsi maka akan berdampak pada tidak terkabulkannya
permohonan kita, bahkan sebagai sarana utama menjerumuskan penikmatnya ke
jurang neraka, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ الصَّوْمُ جُنَّةٌ
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ وَالصَّلَاةُ قُرْبَانٌ أَوْ قَالَ بُرْهَانٌ
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ
النَّاسُ غَادِيَانِ فَمُبْتَاعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا وَبَائِعٌ نَفْسَهُ
فَمُوبِقُهَا
Wahai Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu anhu, puasa itu benteng, shadaqah itu
menghapus kesalahan, ibadah shalat merupakan sarana mendekatkan diri kepada
Allah atau bukti keimanan, wahai Ka’ab bin Ujroh, sungguh tidak masuk surga
daging yang tumbuh dari kemurkaan, neraka lebih layak untuk menjadi tempat
kembalinya, wahai Ka’ab bin Ujrah orang yang membeli dirinya sesungguhnya
dialah yang memerdekakan dan yang menjual dirinya dialah yang membinasakannya. (HR. Ahmad, AL Turmudzi, Ibnu Hibban, Al
Baihaqi dan Al Thabrani, oleh Syeikh Al Arnauth dinyatakan haditsnya hasan
sedang Syeikh Al Albani menyatakan haditsnya shahih).
Dalam hadits yang lain dinyatakan bahwa makanan tidak halal menjadi
penghalang terkabulnya doa, sebagaimana hadits berikut ini :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ
الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ
الْمُرْسَلِينَ قَالَ (يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ
وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ثُمَّ ذَكَرَ
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ ، وَقَدْ غُذِّىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ ».
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata : “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : ‘ Sesungguhnya Allah itu bagus, tidak menerima kecuali yang
bagus, dan sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang mukmin
sebagaimana yang Allah perintahkan kepada para utusannya, (perintah Allah)
adalah : ‘ Wahai para rasulu, makanlah kalian dari yang baik-baik dan
beramallah kebaikan karena sesungguhnya Aku dengan apa yang kalian kerjakan
sangat mengetahuinya’, dan
firman Allah lainnya : ‘ Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian
rizki-rizki yang terbaikan yang Kami karuniakan kepada kalian’, kemudian
beliau menuturkan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dengan pakaian lusu
dan berdebu, lantas ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa :
Wahai Tuhan, wahai Tuhan, padahal makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram dan disuplai kebutuhan dengan yang haram, mana mungkin doanya
dikabulkan ?’, (HR. Muslim dan Al Baihaqi dalam sunan Al Kubra).
Dalam mencari harta (kasbul ma’isyah) umat Islam
harus jeli agar tidak terjerumus pada hal yang diharamkan oleh Allah bahkan
menjadi penyeret utama ke jurang neraka, karena itu agama Islam melarang
pemeluknya untuk menginvestasikan dan mengembangkan ekonomi dengan konsep ribawi,
karena konsep pengembangan ekonomi berbasis ribawi telah dinyatakan dengan
tegas oleh Al Qur’an akan keharamanannya sebagaimana tertuang dalam surat Al
Baqarah ayat 275 :
Orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba’..
Dalam ayat yang
lain tepat di ayat 276 Allah menyatakan bahwa pengembangan ekonomi berbasis
ribawi tidak akan membawa keberkahan :
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan
sedekah,
dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat pemakan harta riba, sebagaimana termaktub dalam hadits berikut ini :
عَنْ جَابِرٍ - رضي الله عنه - قَالَ: - لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - آكِلَ اَلرِّبَا, وَمُوكِلَهُ, وَكَاتِبَهُ, وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: " هُمْ سَوَاءٌ
" - رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari
Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata : ‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat pemakan riba, yang mengembangkan praktek riba, kedua
pencatatnya (notarisnya) dan kedua saksi (terlaksananya konsep ribawi),
semuanya mereka sama (kedudukan hukumnya). (HR. Muslim).
Kaum
muslimin yang dirahmati Allah ….
Jika
kita merenungkan beberapa ayat Al Qur’an yang terdapat dalam surat Al Baqarah
mulai ayat 275 hingga ayat 279 dapat kita simpulkan dengan kesimpulan berikut
ini :
Pertama,
meninggalkan konsep pengembangan ekonomi berbasis riba seakan akan menjadi
“syarat” agar kita tetap dikatakan mukmin
yang sebenar-benarnya, hal ini Allah
nyatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 278 :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al
Qur’an Al Adhiem menyatakan : ‘ Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang
beriman untuk bertaqwa kepada-Nya dan melarang mereka untuk melakukan hal-hal
yang mendekatkan mereka pada kemurkaan-Nya dan menjauhkan mereka dari menggapai
ridha-Nya, seraya berfirman : ‘ Ya ayyuhal ladzina aamanuu ittaqullaha yakni
takutlah kalian kepada-Nya dan terus tanamkan pengawasan-Nya terhadap apa yang
kalian kerjakan’, (wa dzaruu maa baqiya min al ribaa) : yakni
tinggalkanlah tambahan dari harta pokok yang kalian ambil dari manusia setelah
datangnya peringatan ini’, (in kuntum mukminiin) : yakni jika kalian benar-benar
beriman dengan apa yang telah Allah Ta’ala syariatkan kepada kalian berupa
dihalalkannya jual beli dan diharamkannya konsep riba dan lain sebagainya”.
Kedua, pebisnis
dengan konsep ribawi telah dinyatakan sebagai orang yang menantang atau berani
menyatakan perang melawan Allah
dan Rasul-Nya. Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah
ayat 279 :
Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu..
Di dalam ayat ini, Allah SWT mengumumkan perang
terhadap para pelaku riba. Orang yang tetap saja bertransaksi bisnis dengan
menggunakan konsep riba, sama saja dengan orang yang berani menghadapi, bahkan
menantang perang dari Allah dan Rasul-Nya. (Naudzubillahi min dzalik).
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan : ‘ Ini
merupakan ancaman yang sangat pedas dan tegas bagi siapa saja yang terus
melanjutkan pengembangan bisnisnya berbasis riba setelah turunnya peringatan di
atas’.
Ketiga, pelaku riba diancam dengan siksa yang mengekalkan
di neraka, sebagaimana terungkap dalam firman Allah Ta’ala di akhir surah Al-Baqarah
ayat 275 :
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.
Subhanallah …. Sungguh luar biasa ancaman Allah Ta’ala
ini, mari kita renungkan ancaman Allah kepada penggiat ekonomi ribawai adalah
kekal di neraka, padahal kekal di surga adalah merupakan harapan terbesar kita
semua.
Saudaraku yang disayangi Allah …. Jika kita
merenungkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah yang paling banyak dikenal
orang, yakni makan babi tidak diancam kekal di neraka sebagaimana yang
disebutkan Al Qur’an terhadap pelaku konsep ribawi siapapun dia, diancam dengan
azab neraka yang kekal. SubhanaLlah. Kita berlindung kepada Allah dari adzab
yang demikian hebat.
Kaum muslimin
rahimakumullah ....
3. Kunci
meraih kebahagian yang ketiga adalah berbuat ihsan, salah satu contoh perbuatan ihsan adalahseperti yang dilakukan oleh istri Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu anhu, ketika bertanya kepada Rasulullah akan kebiasaannya membantu
ekonomi keluarga karena pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga,
maka Nabi menyatakan bahwa itu adalah perbuatan ihsan istri kepada suami.
4. Kunci meraih
kebahagiaan yang hakiki adalah
tidak melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan menjaga ekosistem yang telah
diciptakan oleh Allah Ta’ala, karena ketika ekosistem tidak kita jaga maka yang
terjadi adalah mara bahaya, sebagaimana firman Allah Ta’ala di surat Al Ruum
ayat 41 :
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).
Ikhtitam :
Kaum muslimin
yang dirahmati Allah ... Kunci-kunci yng disampaikan oleh Allah Azza wa Jalla
terang dan gamblang, akhirnya berpulang kepada kita, akankah kita
mengamalkannya atau justru menjauh dari aturannya ? karena hidup adalah
pilihan, siapa yang memilih jalan ketaatan maka sarana kebahagiaan terbentang
luas, begitu juga sebaliknya. Wallahu a’lam
(Imam Mudzakir,
Lc).